Saya perlu menuliskan hal-hal yang tetap harus kami syukuri meski bunga hati kami, Claudia Zahra Ariva, telah dipanggil kembali oleh-Nya Kamis 3 April 2008 02.18 lalu. Saya harus menuliskannya agar kami tidak terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan: mengapa Allah hanya sesaat mempercayakan titipan-Nya pada kami, mengapa dokter tidak mendiagnose langsung dengan jelas di awal, andaikan kami punya banyak waktu, apakah ini ujian atau hukuman atas dosa kami, apakah …., mengapa… Berpuluh apakah dan mengapa sering terbersit bila kami ingat Kakak (begitu panggilan sayangnya di rumah). Astaghfirullaahal adziim…
Takut pertanyaan-pertanyaan kami yang manusiawi sekali itu merusak keikhlasan kami bahwa Allah berhak sewaktu-waktu mengambil titipan-Nya kembali, syukur itu harus dibuatkan list-nya. Kami bersyukur:
1. Dianugerahi “the amazing 8,5 years”. Waktu yang begitu cepat dan berlalu dengan indah. Masih teringat jelas saat hamil, dia saya bawa pergi ke mana-mana dalam perut (waktu itu pekerjaan saya masih suka visit ke luar kota). Saat-saat melahirkannya, menemaninya pertama masuk TK, membawanya kursus sempoa, melihat antusiasnya setiap mau pentas 17 Agustus (kami masih di Cilacap waktu itu). Saat-saat pagi membantunya bersiap ke sekolah, berseragam n kerudung yang membuatnya tampil cantik. Saat shalat jamaah, cium tangan, menemani tidur. Hhmmm..indah sekali.. (Meski saya masih terisak-isak menuliskannya).
2. Diberi kesempatan merawat Zahra selama sakit terhitung sejak Selasa 15 Januari 2008. Kami berpikir, bisa saja Allah langsung mengambil Zahra namun ternyata Allah memberi kami waktu untuk bersiap-siap. Meski kami sudah bersiap dengan rencana embolisasi sementara, bekerja ekstra keras cari pendapatan lain supaya bisa membawanya treatment gamma knife di Singapore. Kami juga sudah akan daftarkan Zahra ke Kak Seto Home Schooling, Distance Learning. Mempersiapkan keahlian sesuai minat Zahra untuk masa depannya nanti. Selama 2,5 bulan itu seakan kami diberi petunjuk dan arah ke mana akhirnya Zahra nanti. Seakan hati kami telah dipersiapkan dengan kemungkinan terburuk.
3. Allah sayang Zahra dan kami. Setelah Zahra tiada, saya lanjutkan lagi browsing info tentang medulloblastoma. Subhanallaah… kami harus yakin bahwa Allah memberikan jalan terbaiknya. Zahra terbebas dari sakitnya dan bagi kami tersedia penjemput di surga nanti.
4. Zahra selalu tidak lupa berdoa sebelum tidur, sekalipun dia sakit. Meski shalat terakhirnya adalah Subuh 15 januari 2008, namun doa sebelum tidur tak lupa dilafazkannya. “Bismika allaahumma ahya wa bismika amut – Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan aku mati”. Maka Insya Allah Zahra memang benar-bener hidup dan mati atas nama Allah.
Aku jadi membuka memory ku tentang Zahra sejak kecil dulu…sampai akhirnya kembali pulang ke alam yang lebih abadi. Memang kadang aku sempat berpikir betapa bila Allah menghendaki tidak ada yang bisa menghalanginya…Selamat jalan Zahra…kami semua turut mendoakanmu..
Thanks Novi, you’re my best friend..
Zahra pasti bilang “Makasih tante Novi yang cuantik….”
Gak terasa…menetesnya airmata saya…
Apalagi saya Bu (mewek nih..) tapi meski nangis saya tetap fokus dalam cita-cita. Insya Allah…