Di bisnis yang saya jalankan, kami diajari untuk memiliki impian,
berani bermimpi, hingga menggambarkannya
dalam dream book beserta kapan target pencapaiannya.
Tapi..entah mengapa, saya selalu jengah kalau ditanya soal impian.
Saya memang punya banyak sekali keinginan,
cita-cita, dan impian terpendam,
tapi untuk mengungkapkannya
lalu menggambarkannya dalam hal-hal bendawi kok rasanya bukan saya banget.
Yeaaahhh.. bisa jadi karena pendidikan keluarga atau memang basic kepribadian saya yang “nrimo”. (Note: tapi saya tetep dan masih belajar lho.., berusaha untuk bisa bikin dream book yang pas dengan hati nurani :))
Almarhum Bapak dulu selalu memotivasi kami untuk bercita-cita besar,
tapi sama sekali jauh dengan hal-hal materialistis.
Bukan diajari untuk jadi orang kaya, punya mobil bagus, punya rumah besar,
tapi dimotivasi untuk bercita-cita bisa sekolah di luar negeri ,
mendapat rizki, mencintai pekerjaan, jadi perempuan mandiri,
problem solver bagi yang membutuhkan, dan sejenisnya.
Pernah suatu kali saya curhat dengan Bapak tentang pekerjaan saya.
Saya merasa dengan menjadi pekerja pabrik, saya tidak bisa bermanfaat untuk orang lain,
beda halnya kalau saya jadi dosen (hehe..ini bukan curhatan karena gagal jadi dosen lho).
Waktu itu beliau meminta saya mengubah niat saya bekerja.
Bukan semata untuk mendapatkan penghasilan,
tapi pikirkan juga bekerja di pabrik terigu yang menjual terigunya
ke pabrikan/UKM yang lalu bisa menjadikannya roti, mie instan, jajan pasar
untuk dikonsumsi masyarakat yang membutuhkan.
Juga saat memberikan technical service ke pelanggan,
lakukan tidak hanya karena pekerjaan dan dibayar,
tapi juga niat tulus membantu pelanggan
menghasilkan produk optimal dengan terigu yang saya jual.
Insya Allah tetap berkah dan manfaat.
Kebetulan baca sharing di salah satu milis yang saya ikuti,
tulisan Bpk. Fadil Fuad Basymeleh, owner Zahir Accounting, tentang Bisnis Berorientasi Akhirat.
Kebetulan juga kok memperhatikan ada beberapa core team bisnis saya juga kesulitan menggambarkan impiannya.
Maka jadilah saya mencoba “ngepas-ngepaske” alias menghubungkan,
lalu mencoret-coret daftar impian
menjadi berkonsep sebagai Impian Berorientasi Akhirat.
Ini saya ambilkan contoh catatan saya yaa:
Dari impian sederhana:
Punya panci pintar, presto listrik,
agar pagi hari bisa terbantu acara memasak buat keluarga 🙂
hingga yang serius:
- Melunasi hutang sebanyak ……………. rupiah, target lunas ………(harus lunas agar gak menghalangi menuju alam barzah kelak)
- Memberangkatkan umroh 2 ibunda (target cepat karena berpacu dengan melodi…eeh… berpacu dengan waktu, usia kita rahasia Ilahi)
- Mempersiapkan ilmu dan dana ………. rupiah untuk haji tahun ……. (karena antri 🙂 )
- Punya resto/bakery halal/baking course agar bisa menjadi perantara rizki orang lain
Kalau contoh ala Pak Fadil Fuad bisa seperti ini:
– bekerja karena ingin menikah, target tahun ….. perlu persiapan apa saja (alhamdulillaah saya sih sudah ya 🙂 )
– karena ingin menafkahi keluarga –> memberi nafkah keluarga itu ibadah kaan?
– ingin membantu keluarga yang tidak mampu,
– ingin berhaji,
– ingin banyak bersedekah seperti si A,
– ingin membangun 100 rumah sakit Islam,
Impian ini bisa diterapkan dalam semua aspek hidup,
bukan hanya yang bisnis atau pengusaha saja,
tapi pekerja pabrik, karyawan, ibu rumah tangga bahkan pelajar
juga bisa membuat impian sebagai motivasi hidupnya.
——
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),
“Barangsiapa yang obsesinya adalah akhirat,
tujuannya akhirat,
niatnya akhirat,
cita-citanya akhirat,
maka dia mendapatkan tiga perkara:
Allah menjadikan kecukupan di hatinya,
Allah mengumpulkan urusannya,
dan dunia datang kepada dia dalam keadaan dunia itu hina.
Barangsiapa yang obsesinya adalah dunia,
tujuannya dunia,
niatnya dunia,
cita-citanya dunia,
maka dia mendapatkan tiga perkara:
Allah menjadikan kemelaratan ada di depan matanya,
Allah mencerai-beraikan urusannya,
dan dunia tidak datang kecuali yang ditakdirkan untuk dia saja.”
(Hr. At-Tirmidzi dan lain-lain; hadits shahih)
——
Jadi…. sudahkah kita siap mengajukan proposal hidup, impian berorientasi akhirat?
[…] tulisan saya ini bukan riya’ Semata-mata berbagi untuk teman-teman yang siapa tau punya impian sama Membahagiakan orang tua dengan cara menyebut dalam doa dan menebus […]