Berkaca-kaca dan menangis pagi ini membaca postingan salah satu teman dunia maya, judulnya “Tutup Karir”. Entah apa yang saya rasakan. Cemburu? Ikut senang? Yang jelas sih ikut senang dan mendoakan supaya jalan rejeki yang baru membawa berkah dan manfaat.
Saya adalah silent reader blog mbak De ini. Seorang ibu bekerja yang meniti karir dari bawah, dari Teknisi hingga General Manager. Enjoy, mencintai pekerjaan dan punya passion di bidang yang digelutinya. Sosok ibu bekerja yang juga tetap bisa happy dengan keluarganya. Meski saya tidak sesering mbak De dalam berpindah perusahaan menggapai karir, namun kegairahan dan semangat saat “invited by other company” itu bisa saya rasakan. Saya sampai berlangganan blognya karena merasa klik dan saya bangeeet gitu lho..
Postingan pagi ini membuktikan satu kesamaan kami lagi sebagai ibu bekerja. Sebagai perempuan, ternyata memang naluri dan kodrat sebagai ibu. Kedekatan dengan anak menjadi hal yang paling dirindukan. Mbak De memutuskan kerja berawal dari keinginan membantu suami dan sekarang memutuskan resign demi bisa mendampingi anak-anaknya yang sudah mulai remaja. Tentunya sebagai mantan ibu bekerja yang super sibuk pastinya dia tidak akan lantas duduk manis saja di rumah. Terbukti sudah nyiapin buka toko baju renang muslimah.
Naaah.. kalau saya nih memang dari awal lulus kuliah tujuannya ya kerja. Banyak amanah yang dititipkan ke saya sebagai anak sulung. Lantas setelah menikah, kok ya kebetulan ketemu suami yang memang suka dengan perempuan bekerja. Bukan karena duitnya sih, tapi di mata beliau, perempuan bekerja akan lebih praktis dan wawasannya terbuka. Eh.. pemikiran ini sudah harus direvisi karena sekarang banyak banget smart moms yang justru berkarya dari rumah.
Apakah saya pernah punya keinginan resign? Tentunya pernah dan mungkin masih ada di sudut hati sembunyi di pojokan. Setelah anak pertama saya lahir, saya belajar internet marketing, demi bekal kelak kalau memutuskan berhenti kerja. Namun ternyata dalam perjalanan, saya tambah mencintai pekerjaan saya. Lalu saat Kakak sakit, saya pun sudah memutuskan akan berhenti kerja untuk mendampinginya, karena mau ambil homeschooling.
Naah.. kalau ditanya sekarang? Hhmm.. Saya percaya setiap manusia punya tugas sendiri-sendiri. Impian saya kalau rejeki masih di dunia terigu, saya dilamar untuk ngerjain project dari rumah atau jadi konsultan. Atau kalau nantinya bisa buka bakery yang halal certified, saya juga bisa bikin pelatihan gratis buat anak yatim dan UKM.
Jadi… kembali ke “Tutup Karir” nya mbak De.. saya kok pengin protes ya, judulnya semestinya jangan “tutup karir” dong. Karena saya tau pasti mbak De pasti tetap berkarya. Bagi saya, perempuan sebagai apapun dia, pebisnis, ibu rumah tangga ataupun ibu bekerja yang lalu resign, tetap harus berkarya dan bermanfaat bagi pribadi, keluarga, dan sekelilingnya.
apa alasan umumnya tutup karir?
Karena alasan mengikuti kepindahan suami, mendampingi anak-anak atau membuka bisnis sendiri.