Saya jumpa postingan berikut pas blogwalking, ada di form komentarnya blog http://blooders.multiply.com. Saya hanya menuliskan ulang di blog ini karena Kakak (8,5 th) juga meninggal karena tumor otak (medulloblastoma) dalam usia yang hampir sama dengan Hilmy (8 th). Sebagai pengingat n berbagi, juga tau ternyata tanda-tanda tumor otak ini bisa beragam. Saya ingin bisa seperti Bp Imam Suhadi ini yang runtut menuliskan kenangan n kronologisnya, namun masih belumlah sanggup hati ini. Meski saya juga bercucuran air mata membaca kronologis dari Bp Imam di bawah ini tentang putranya, namun semoga tak mengapa, siapa tahu berguna bagi ortu lain yang mengalami seperti saya n Bp Imam Suhadi.
Berikut kutipannya:
blooders wrote on Nov 8, ’07
Innalillahi wa inna ilayhi roji’uun…. Ananda Hilmy
Assalaamu’alaykum wr.wb
Innalillahi wa inna ilayhi raaji’uun… Telah meninggal dunia Hilmy Iman Fauzi (8thn) , putra pertama mas Imam Suhadi (TE/91, Harmony Voice,sekarang anggota Dewan Pembina DKMSU), pada hari Sabtu (3/11) Pukul 18.55 WIB di RS Sentosa Bandung. Jenazah telah dimakamkan pada hari Ahad kemarin pada pukul 9.30 WIB.
Berikut kronologi dari mas Imam:
Tanggal 17 April 2007, di bagian dalam otak Hilmy ditemukan adanya tumor sebesar telur puyuh. Akibat tumor ini saluran tersumbat cairan otak menumpuk, menekan otaknya sehingga terjadi gangguan penglihatan, juling, pusing dan muntah selama 2 minggu sebelumnya. Saat itu dokter menyarankan untuk melakukan langkah pengeluaran cairan dan memasang pipa permanen menggantikan saluran yang tersumbat (vp-shunt). Namun setelah kami coba untuk mencari second opinion, dari penjelasan dokter yang lain, kami mengetahui bahwa ada kasus tertentu dimana setelah vp-shunt, tumor memungkinkan membesar dengan cepat, mengambil rongga tempat cairan otak. Akhirnya kami memutuskan belum mem-vp shunt Hilmy dan memilih untuk merawatnya di rumah.
Dirawat di rumah keadaan Hilmy membaik. Pusing dan muntahnya hilang, juling matanya pun tidak ada lagi. Pada bulan Juni, Hilmy sudah bisa bemain ke tetangga, bisa berjalan-jalan ke Paris van Java, bahkan pergi berenang. Kami terus melakukan kontrol terhadap perkembangan peyakit Hilmy ke dokter.
Tiba-tiba awal Juli 2007 keadaannya menurun. Pendengarannya sedikit demi sedikit menghilang, demikian pula dengan penglihatannya. Kami harus menuliskan huruf demi huruf di dada Hilmy untuk dapat berkomunikasi dengannya. Keadaan ini agak membingungkan dokter, karena juling, pusing dan muntah sebagai ciri fanatik gangguan otak sudah tidak ada. Kami memeriksakan ke dokter saraf, mata dan THT, namun keadaan Hilmy belum mengalami perbaikan. Keadaan ini berlangsung begitu cepat. Awal Agustus 2007, bagian tubuh sebelah kiri Hilmy lumpuh. Sehingga ia sering tersedak ketika minum.
Namun dalam keadaan itu, ia tetap bersemangat untuk bisa kembali sembuh, mendengar dan melihat.
Tanggal 13 Agustus 2007, Hilmy kembali di ct-scan dan hasilnya menunjukan tumor yang sebelumnya posisinya di tengah, bergeser ke belakang sehingga menekan otak kecil. Saat ini dimensi tumor tidak jauh berbeda dengan hasil pemindai tanggal 17 April 2007. Akhirnya dokter menyarankan untuk melakukan vp-shunt, dan kami menyetujui.
Setelah pelaksanaan vp-shunt, di ruang ICU Hilmy sempat berkomunikasi dengan ibunya. Ia bertanya sedang berada di mana, dan bagaimana kabar adiknya. Setelah itu Hilmy dipindahkan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan kesadaran Hilmy belum kembali. Empat hari setelah itu ia sudah dapat membuka mata, menggerakan kaki dan tangannya karena pegal. Namun ia belum dapat bicara. Setelah itu ia sering mengalami kejang, seringga kembali harus diberikan obat anti kejang yang selanjutnya menyebabkannya kembali menurun kesadarannya.
Tanggal 23 Agustus 2007, Hilmy di MRI (scan) untuk persiapan pelaksanaan endoscopy. Ternyata tumor membesar sekitar 3 kali lipat dari dimensi sebelumnya. Tumor sudah menekan otak kecil, serta membengkokkan batang otak. Tampaknya kekuatiran dokter yang kami mintai pendapat April 2007 lalu,
terjadi pada Hilmy. Dokter yang menangani Hilmy menduga bahwa Hilmy berkurang kesadarannya karena tekanan tumor ke batang otak.
Setelah saya perhatikan dengan seksama, nampaknya yang dialaminya bukan kejang tetapi mengejan. Setelah agak memaksa, akhirnya dokter memberikan obat pencahar buat Hilmy. BAB (Buang Air Besar) yang sudah tersimpan lebih dari 10 hari keluar sangat banyak dan keras. Pasca BAB ini Hilmy mengalami
panas tinggi (42 c) selama 3 hari. Dokter anak yang menangani Hilmy dengan ringannya tanpa data mengatakan bahwa panas tinggi terjadi karena gangguan sentral. Tidak puas dengan diagnosa ini, saya meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan leukosit Hilmy untuk membuktikan bahwa tidak ada infeksi. Setelah hasil lab keluar, ternyata menunjukkan adanya infeksi yang besar terjadi pada Hilmy. Benar saja, berapa waktu kemudian Hilmy kesulitan bernapas, dan harus dilarikan kembali ke ICU.
Beberapa hari di ICU keadaan Hilmy membaik dan bisa kembali ke ruangan. Kami meminta kepada RS untuk mengganti dokter anak yang menangani Hilmy dengan alasan ketergesaan penegakan diagnosa dan penanganan yang keluar dari prosedur medik (selama hampir 2 minggu Hilmy berbaring, tidak diberikan inhalasi untuk pengenceran dahak). Rumah sakit menyetujui penggantian dokter. Alhamdulillah, dokter pengganti lebih analitis dan telaten.
Keadaan Hilmy semakin membaik. Respon refleksnya banyak perbaikan. Bagian tubuh sebelah kiri tidak lagi lumpuh. Ia juga bisa mendengar. Hal ini ditunjukkan dengan respon kedipan mata, jika kami ajak bicara. Permasalahan kembali muncul, pasca BAB. Suhu badang kembali meninggi selama beberapa
hari. Saya meminta dokter untuk memeriksa kemungkinan Hilmy terkena typhus. Hasil lab tubek-t keluar. Hilmy positif terkena typhus. Mungkin karena typhus ini pula, pencernaan Hilmy terganggu dan melambat. Makanan yang biasanya efektif diserap oleh perutnya, kini tidak. Pada pukul 18 sore, saat diberi makan, Hilmy muntah banyak sekali. Nampaknya ada sebagian muntahan yang masuk ke saluran napas, sehingga ia kembali panas sangat tinggi dan sulit bernapas. Muntah kembali terjadi pada pukul 24 malam. Dini hari, saat waktu sahur, keadaannya sungguh-sungguh mengkhawatirkan, sehingga ia kembali dibawa ke HCU. Napas Hilmy sangat mengkhawatirkan. Setelah di rontgent di HCU, ternyata paru-paru Hilmy mengalami infeksi yang cukup parah, serta telah terjadi pengendapan cairan dalam rongga paru-parunya.
Akhirnya Hilmy kembali ke ICU untuk diberikan bantuan napas melalui selang yang dipasang ke saluran napas (ETT). Selama 2 minggu di ICU keadaan Hilmy terus membaik. Namun pasca BAB yang banyak, ia kembali megalami penurunan keadaan napasnya. Dokter menyarankan Hilmy di tracheostomy (melubangi leher) untuk menjaga agar napas mudah dikendalikan, pengambilan dahak pun mudah. Setelah lama kami menimbang perlu tidaknya tracheostomy, akhirnya kami menyetujuinya. Malam takbiran tracheostomy dilakukan. Setelah tracheostomy keadaan Hilmy nampak membaik. Respon tubuhnya begitu menggembirakan kami. Ia sudah dapat menggenggam jari kami yang datang menjenguknya. Namun karena tensi masih tinggi, ia belum dapat dibawa ke ruangan.
Tanggal 22 Oktober 2007 Hilmy kembali BAB. Tanggal 24 Oktober 2007, Hilmy drop dan koma. Keadaan nadi turun di bawah normal, tensi, temperatur juga menurun. Paru-paru Hilmy tidak dapat bekerja, sehingga harus dibantu ventilator secara penuh.
Tanggal 25 Oktober 2007, dokter ICU memanggil saya. Ia mengatakan bahwa sudah dilakukan pemeriksaan oleh dokter saraf terhadap Hilmy, dan disimpulkan terjadi kematian batang otak. Ia menganjurkan kepada saya untuk membawa Hilmy pulang ke rumah, karena dalam pandangannya Hilmy sudah meninggal secara medis. Anjuran ini saya tolak, karena tampak masih ada nadi Hilmy. Namun dokter menyatakan bahwa nadi terjadi karena bantuan obat. Selanjutnya saya meminta dokter untuk mensupport Hilmy terus dengan sebaik-baiknya. Sore hari saya juga meminta dilakukan pemeriksaan darah untuk memastikan elektrolit darah Hilmy normal.
Tanggal 26 Oktober 2007, hasil lab keluar. Sebagian besar elektrolit darah Hilmy menurun. Secara medis, kekurangan elektolit bisa menyebabkan menurunkan kinerja organ vital tubuh, koma bahkan kematian. Setelah elektolit diperbaiki, keadaan Hilmy membaik. Hari selanjutnya ia tampak segar dan jauh membaik. Walau tensi masih drop dan belum bernapas, namun respon refleksnya sangat baik sekali.
Dari hari ke hari, dosis obat pemacu jantung ditambah. Hal ini disebabkan tensi yang selalu drop. Pada tanggal 3 November 2007, dosis obat yang diberikan Hilmy sudah 6 kali lipat dari batas dosis yang biasa diberikan kepada anak. Namun tensi Hilmy masih saja menurun. Pada pukul 11, jantung Hilmy tidak berdetak selama beberapa detik. Dokter menyangka Hilmy telah meninggal. Namun setelah dada ditekan berapa kali oleh perawat, Hilmy kembali merespon dengan baik.
Sore hari sekitar pukul 16, Hilmy kembali drop. Namun ia kembali dapat membaik pada pukul 18.25 sampai pukul 18.45. Saya tidak sanggup menyaksikan keadaan ini, sehingga memutuskan keluar ruangan ICU dan menunggu di musholla, sambil berdoa dan berserah pada-Nya, membaca berulang-ulang beberapa surat al-quran untuk menguatkan hati. Pada pukul 18.45, kembali keadaan Hilmy kembali menurun, dokter terus berusaha. Pada pukul 18.55 Hilmy tidak respon lagi ‘Innalilahi wa inna ilayhi rojiun’.
Air mata menetes lambat-lambat. Ada sedih, haru, bangga dan lega. Sedih mengenang memori kegembiraan dan kesedihan selama 8 tahun. Terharu melihat perjuangan luar biasa anak sekecil itu untuk dapat sembuh, bangga dan puas sudah menemani dan membantunya hampir 3 bulan menghadapi situasi meregang nyawa. Lega, karena sudah keluar keputusan terbaik dari Allah untuk Hilmy. Pastilah ini yang terbaik untuk Hilmy dan kami.
Ada kebahagian terselip di hati kami. Bahagia, karena janji Rasulullah saw, bahwa anak yang meninggal adalah suci bersih dan akan menjadi tabungan dan penolong orang tuanya di akhirat nanti. Kami berharap seluruh rekan-rekan berdoa.
“Alloohummaj’ alhu dzakhron liwaalidaehi, wa furuuthon wa syafii’an mujaaban, Alloohumma tsaqqil bihi mawaazinahumaa wa a’zhim bihi ujuurohumaa wa alhiqhu bishoolihi salafil mu’miniin, waj’alhu fii kafaalati Ibroohiim, waqihi birohmatika ‘adzaabal jahiim”.
Artinya : “Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan bagi kedua orang tuanya dan sebagai simpanan yang akan memberi syafa’at (pembelaan) yang dikabulkan.Ya Allah, tambahkanlah dengannya, timbangan kebajikan kedua orang tuanya, perbesarlah pahala mereka, dan pertemukanlah ia dengan orang-orang
yang terdahulu dari orang-orang mukmin yang sholeh, jadikanlah ia sebagai tanggungan Ibrahim dan lindungilah ia dengan rahmat-Mu dari adzab neraka jahiim”.
Selamat jalan Hilmy. Kamu pasti akan mendapatkan teman baru rumah baru, keluarga baru, yang lebih menyenangkan bagimu.
Kalau kamu bertemu dengan Allah… Sampaikan ya, ayah dan ibu ingin masuk surga sepertimu .
5 November 2007
Imam Suhadi
Leave a Reply